Perkebunan Kopi Karanganjar Blitar Butuh Perhatian Pemprov Jatim

INDRAPURA.ID-Produk andalan pertanian dan perkebunan di Jawa Timur dikenal melimpah. Namun tidak semua produk-produk tersebut memiliki nilai tambah bagi para petani lantaran biaya produksi yang dikeluarkan tidak sebanding dengan harga jual produk pertanian yang mereka hasilkan.

Tak ayal, Komisi B DPRD Jatim yang membidangi masalah perekonomian turut prihatin. Bahkan mereka turun langsung untuk mengetahui keluhan petani. Salah satunya adalah mendatangi De Karanganjar Koffeplantage Blitar yang dikenal sebagai sentra perkebunan kopi.

Wakil ketua Komisi B DPRD Jatim, SW Nugroho menyatakan bahwa perkebunan kopi Karanganjar Blitar sudah melakukan peremajaan tanaman kopi sejak beberapa tahun lalu. Namun kebun peremajaan itu belum berproduksi alias belum bisa dipanen, sehingga yang bisa dipanen saat ini hanya tanaman kopi yang sudah lama.

Lebih jauh politisi asal PDI Perjuangan itu menjelaskan bahwa kualitas kopi nusantara sudah dikenal oleh dunia karena paling bangus. Sayangnya, hanya karena masih tingginya pajak ekspor sehingga produk kopi nusantara kalah bersaing dengan negara-negara dari benua Amerika.

“Mereka butuh campur tangan pemerintah untuk ikut mempromosikan ke pasar luar negeri dan kebijakan tarif pajak ekspor yang tak terlalu memberatkan agar bisa bersaing dengan kopi dari negara-negara lain,” ujar SW Nugroho saat dikonfirmasi Selasa (11/6/2019).

Akibat tingginya pajak eksspor, lanjut Nugroho perusahaan kopi di Jatim terpaksa hanya melayani ekspor pesanan pribadi via online. “Kualitasnya sudah bagus tapi target eksport tak sesuai harapan karena minimnya promo ke pasar luar negeri,” bebernya.

Sementara itu, anggota komisi B DPRD Jatim lainnya, Chusainuddin berharap potensi perekonomian dari sektor perkebunan ini bisa ditingkatkan dengan cara campur tangan pemerintah melalui pinjaman dana bergulir dengan bunga rendah. “Pemprov Jatim sebenarnya sudah memberikan pinjaman dana bergulir dengan bunga 6 persen pertahun. Tapi itu dianggap masih terlalu besar dan memberatkan petani,” kata Nugroho.

Ironisnya lagi, sesuai ketentuan otoritas jasa keuangan (OJK) batas minimum bunga pinjaman dana bergulir adalah 6 persen pertahun. “Artinya, kalau merubah ketentuan bunga dana pinjaman ya perlu dukungan DPR dan pemerintah pusat melalui OJK,” dalih politisi murah senyum ini.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *