Indrapura.id – Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengakui bahwa P-APBD Jatim 2019 masih merupakan kelanjutan dari dari RPJMD 2014-2019 atau pemerintah sebelumnya. Namun sebagian sudah ada improve dari RPJMD Jatim 2019-2024 sehingga pihaknya akan menggunakan indeks kinerja utama (IKU) yang jumlahnya ada 11 item.
Sebaliknya dalam KUA-PPAS APBD Jatim 2020, kata Khofifah sudah sepenuhnya menggunakan RPJMD 2019-2024. Karena itu dalam program pembangunan satu tahun ke depan pasti akan ditemukan program seperti OPOP (One Pesentren One Produk) meskipun anggaranya tidak terlalu signifikan karena baru tahun pertama.
“Tapi yang terpenting ekosistemnya sudah disiapkan oleh UNUSA dan ITS,” kata gubernur perempuan pertama di Jatim saat dikonfirmasi usai menyampaikan KUA PPAS APBD Jatim 2020 di kantor DPRD Jatim, Kamis (29/8).
Selain OPOP, lanjut Khofifah program Nawa Bhakti Satya lainnya juga akan dimasukkan dalam RAPBD Jatim 2020. Diantaranya Millenial Job Center (MJC), East Java Super Coridor (EJSC), kemudian Dewi Cemara (Desa Wisata Cerdas Masyarakatnya Sejahtera) yang titik-titiknya juga sudah detail.
Di sisi lain, batuan dua kapal dari Kementerian Perhubungan yang digunakan untuk rumah sakit terapung dan kapal penumpang juga akan dimaksimalkan untuk mewujudkan janji-janji kampanye lalu, dimana konektifitas antar wilayah kepulauan bisa dimaksimalkan.
“Saya kira dua kapal ini sudah cukup karena kita harus menghitung tenaga medic, paramedic dan dokter specialisnya sehingga dua kapal ini dioperasionalkan berlayar dulu untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan antar pulau,” beber mantan Mensos RI ini.
Di tanya angka stunting yang masih tinggi di Jatim, Khofifah mengaku akan berusaha keras, bahkan menjadikan penanganan stunting menjadi prioritas underline selain masalah pendidikan dan IPM (Indeks Pembangunan Manusia).
Salah satu bentuk keseriusannya adalah akan mengundang Bank Dunia dari Washingtong DC untuk melakukan pemetaan dengan intervensi yang lebih tajam. “Tapi untuk detailnya silahkan tanya langsung ke Dinkes Jatim termasuk berapa anggarann yang akan disiapkan,” dalih Khofifah.
Sementara itu, wakil ketua DPRD Jatim Kusnadi membenarkan bahwa angka stunting di Jatim masih tinggi. Alasannya, kabupaten/kota di Jatim selama ini cenderung tertutup UNTUK melaporkan sehingga penanganan stunting menjadi tak maksimal.
“Saya saja sampai kaget karena di Pujon Malang yang notabene centra produsen susu ternyata ditemukan 1000 kasus stunting. Bahkan di Malang dilaporkan masih ada 4000 anak yang mengalami stunting,” jelas ketua DPD PDI Perjuangan Jatim.
Ia berharap media juga ikut membantu untuk mengkritisi kasus-kasus yang berkaitan dengan persoalan kemasyarakat jika pemerintah daerah setempat masih tertutup. Paling tidak jika kasus stunting ini diangkat maka pemerintah bisa memberikan perhatian yang lebih.