Kunjungi SLB Lawang, Komisi E Minta Siswa Dirapid Test Sebelum Metode Belajar Tatap Muka Dimulai

Indrapura.id Komisi E DPRD Jawa Timur meninjau Sekolah Luar Biasa (SLB) Pembina Tingkat Nasional Bagian C, Lawang, Malang, Jumat (26/6/2020). Kunjungan ini untuk melihat kesiapan SLB milik Pemrov Jatim tersebut jelang kembalinya siswa ke sekolah di era new normal.

Kunjungan ini dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih. Turut hadir pada acara ini, Anggota Komisi E dari Fraksi PDI Perjuangan, Sri Untari Bisowarno, serta dari Fraksi NasDem, Jajuk Rendra Kresna.

Pada penjelasannya, Hikmah menerangkan bahwa di era new normal, sekolah harus banyak melakukan penyesuaian. Ia mengapresiasi SLB tersebut yang dinilai siap untuk membuka sekolah kembali dengan protokol baru.

Lebih jauh, kurikulum di SLB ini bisa menjadi rujukan nasional untuk era New Normal. “Sekolah ini adalah sekolah pembina. Oleh karenanya, setelah mendapat penyempurnaan dan penyesuaian sekolah yang lain, kurikulum yang saat ini disiapkan untuk new normal, bisa juga diusulkan sebagai kurikulum rujukan,” kata Hikmah seusai kunjungan tersebut.

Menurutnya, di era baru perlu ada standar baru yang diterapkan setiap sekolah, termasuk SLB. “Misalnya, SMA N 3 Malang yang juga menjadi desain MPLS nasional untuk SMA,” katanya anggota dewan dari Dapil Jatim 6 yang meliputi Malang Raya ini.

“Nantinya, penerapan kurikulum ini bisa disesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing. Sebagai sekolah pembina, kurikulum di tempat ini bisa menjadi rujukan,” kata politisi PKB ini.

Anggota Komisi E, Sri Untari menambahkan pentingnya penerapan protokol kesehatan baik sebelum siswa masuk sekolah hingga meniggalkan sekolah. “Situasi SLB tak bisa disamakan dengan situasi sekolah biasa,” kata Untari.

Misalnya, pelaksanaan rapid test kepada siswa yang akan baru masuk.

“Perlu ada pencegahan sejak awal agar kontak fisik antar siswa di SLB tak menyebabkan penularan kepada siswa maupun guru. Misalnya dengan rapid test yang anggarannya bisa diambilkan dari gugus tugas,” katanya.

Selain itu, saat berangkat dan pulang dari sekolah, siswa akan diantar menggunakan mobil milik Pemerintah Provinsi.

“DPRD Jatim melalui Komisi E sedang mengupayakan bantuan kendaraan untuk siswa dan ruang untuk guru,” kata Untari melanjutkan.

Di sisi lain, Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Dispendik Jatim, Suhartono menambahkan potensi pengembangan bakat yang ada di SLB tersebut. “Sekolah ini 70 persen untuk vokasi, mirip dengan SMK,” kata Suhartono.

Ada 11 pengembangan bakat yang ada di sekolah ini. Di antaranya, kecantikan, kriya, musik, otomotif, pertanian, tata boga, hingga kriya kayu.

Kepala Sekolah SLB Pembina Tingkat Nasional Bagian C Malang, Sukahar menambahkan bahwa ada sejumlah persiapan pembelajaran di era new normal. “Selama masa pandemi kemarin, pembelajaran harus tetap berjalan. Sekalipun dilakukan di rumah,” kata Sukahar.

Sekolah ini mengajar siswa dengan berbagai jenis hambatan. Di antaranya, penglihatan (tuna netra), pendengaran (tuna rungu), berfikir (tunang grahita), gerak (tunang daksa), hingga autisme.

Total, ada sekitar 180 siswa yang belajar di sini mulai dari jenjang TK hingga SMA. Sedangkan staf pengajar yang ada di sekolah seluas 4,5 hektare ini sebanyak 75 orang.

Sukahar menerangkan bahwa selama pandemi, pembelajaran tidak berhenti. Ada dua model pembelajaran yang dilakukan pihaknya.

Pertama, pembelajaran daring (online). Di antaranya, untuk siswa tuna rungu di kelas 4, 5, 6, dan SMP serta SMA serta siswa tuna netra di bidang elektro.

Sedangkan yang kedua dengan menggunakan metodenya luar jaringan (luring). “Tugas akan diserahkan secara manual sekali seminggu. Selanjutnya, tugas bisa dikirim balik atau diambil oleh guru,” katanya.

Menghadapi new normal, pihaknya kini tengah mematangkan rencana belajar. “Kami masih punya waktu tiga bulan sebab masih akan belajar dari rumah hingga September. Rencananya, 1 Juli mendatang kami akan membahas dengan teman-teman SLB lain untuk mematangkan rencana belajar ini,” katanya.

Dalam kondisi new normal, setiap hambatan akan diperlakukan berbeda dalam melakukan protokol kesehatan. “Misalnya, untuk siswa tuna rungu tetap menggunakan masker, namun ketika guru akan berbicara harus dibuka sebab mereka tak bisa menerjemahkan kata tanpa melihat bibir. Sehingga, juga akan dilengkapi face shield,” terangnya.

“Selain itu, untuk physical distance, pembelajaran di kelas maksimal lima siswa. Kecuali untuk siswa hiperaktif, satu kelas satu siswa dengan sistem giliran,” lanjutnya.

Saat ini, sekolah juga telah dilengkapi dengan bilik desinfektan hingga alat pengukur suhu. “Pada prinsipnya, kami siap untuk pembelajaran di era New Normal,” katanya.[b]


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *