Hearing Komisi E dengan Dinkes Bangkalan

INDRAPURA.ID – Lonjakan kasus positif Covid-19 di Kabupaten Bangkalan, Madura, agaknya sulit dibendung. Pasalnya, hampir seluruh warga enggan untuk tes swab. Bahkan, beras yang sudah disiapkan sebagai imbalan agar bersedia diswab pun akhirnya pupus.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bangkalan, Sudiyo saat ditemui di DPRD Jatim usai menghadiri hearing bersama Komisi E, Kamis (10/6/2021).

“Total beras yang kemarin dikirim oleh pihak kepolisian itu 2 ton. Sebelum-sebelumnya saya tidak tahu berapa pastinya,” katanya.

Sudiyo menjelaskan betapa susahnya warga Bangkalan bersedia tes swab. Bahkan, ada beberapa strategi yang sudah dilakukan Pemkab Bangkalan dalam hal ini pendekatan.

“Karena kita tahu karakteristik kita itu agak banyak sulitnya, bukan sedikit sulit. Masyarakat begitu ketakutan sangat luar biasa,” terangnya.

Takutnya karena Covid-19 atau swab, sambung Sudiyo, sama-sama takut. Sebenarnya prediksi masyarakat itu sudah mendiagnosa dirinya sendiri. “Yang paling ditakuti itu justifikasi saat sudah ditentukan positif. Ini luar biasa harga dirinya. Jadi kenapa tidak mau itu salah satunya adalah itu (justifikasi),” bebernya.

Ia mencontohkan, saat evakuasi 114 Orang Tanpa Gejala (OTG), baru 2 orang yang bersedia. Mulai proses jam 12 siang sampai jam 11 malam hanya evakuasi 2 orang saja. “Ini adalah gambaran betapa sulitnya, luar biasa susahnya,” jelasnya.

Pada kesempatan sama, Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Hikmah Bafaqih mengatakan yang terlaporkan respon secara medik oleh pemerintah sudah lebih dari cukup. Pemerintah pusat pun sudah menurunkan 30 alat oksigenisasi karena banyak pasien datang dalam kondisi sudah parah.

“Ini sangat membantu sekali adanya oksigenisasi. Nah, problemnya adalah respon dari masyarakat yang masih kurang kooperatif. Diantaranya harus menggunakan stakeholder kunci. Para tokoh masyarakat harus memberikan penyadaran,” katanya.

Menurut Hikmah yang juga politisi PKB, situasi Bangkalan saat ini tidak bisa didekati dengan pola-pola seperti daerah diluar Madura. “Situasinya sekarang mereka susah untuk di swab, tidak mau dirujuk. Gimana caranya tracing bisa diterima,” terang dia.

Justru, lanjut Hikmah, mereka lebih memilih untuk melakukan isolasi mandiri daripada dirujuk. “Nah, polanya sekarang itu adalah mendesain isolasi mandiri yang benar dan terawasi. Jadi kita merespon sesuai dengan kearifan lokal,” pungkasnya.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *