INDRAPURA.ID – Hujan interupsi mewarnai jalannya sidang paripurna DPRD Jatim dengan agenda pembacaan eksekutif tentang Raperda Perubahan APBD Jatim tahun 2021, Senin (27/9/2021). Laporan Eksekutif tersebut dibacakan oleh Wakil Gubernur Jatim Emil E Dardak mewakili Gubernur Jatim Khofifah. Sejumlah anggota DPRD Jatim dari berbagai fraksi melakukan protes keras dan meminta pengesahan P-APBD 2021 yang sedianya di jadwalkan 30 September 2021 besok, ditunda terlebih dahulu.
Ketua Komisi B Aliyadi Musthofa saat interupsi di depan pimpinan sidang yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Jatim Ahmad Iskandar dan Anik Maslachah, menyampaikan dengan tegas meminta pembahasan P-APBD Jatim 2021 untuk dievaluasi dan ditunda.
“Komisi B yang sedianya harus melaporkan hasil laporan Komisi tentang P-APBD 2021 dalam sidang paripurna besok menyatakan belum siap. Karena apa yang diperjuangkan oleh DPRD Jatim belum terakomodir secara baik oleh secara baik oleh eksekutif,” jelas Aliyadi, Senin (27/9/2021).
Beberapa yang belum terakomodir itu adalah program-program usulan dari konstituen terkait masalah ekonomi, pertanian, maupun UMKM. “Bahwa kemitraan yang kita bangun antara legislatif dan eksekutif belum bisa sesuai dengan apa yang kami harapkan. Untuk itu, sekali lagi, bahwa pengesahan P-APBD 2021 yang sedianya dilakukan hari Kamis besok kami minta diundur,” tegasnya lagi.
Politisi PKB ini menegaskan, setelah mempelajari dokumen RKA (Rencana Kerja Anggaran), banyak sekali kekeliruan dan kekurangan yang perlu dikoreksi. “Sehingga tidak mungkin komisi hanya menjadi alat stempel saja. Apalagi hasil pembahasan di komisi besoknya berubah-ubah lagi, dari RKA ke DPA berubah lagi tanpa komisi tahu,” ujar Aliyadi.
Fakta itu seringkali terjadi dalam pembahasan anggaran. Padahal anggota DPRD Jatim yang dipilih rakyat tidak mungkin ikut menyetujui dan menerapkan hal-hal yang salah dalam pembahasan anggaran.
“Jadi pengesahan Perubahan APBD Tidak harus hari Kamis besok, toh hari Jumat itu belum tentu kiamat. Saya sudah sepakat dengan semua pimpinan di Komisi B untuk tidak melanjutkan pembahasan Sebelum ada penjelasan dari Bappeda dan BPKAD,” paparnya lagi.
Senada, Amar Syaifudin dari Fraksi PAN dalam interupsinya juga menyampaikan Kurang transparannya dokumen KUA PPAS dan P-APBD yang sampai hari ini belum di terima anggota. “Apalagi disitu ada anggaran pinjaman daerah yang sudah digunakan, mestinya penggunaannya dilaporkan secara tersendiri. Tapi kenyataannya kami sampai sekarang tidak pernah menerima,” tanya Amar yang juga wakil ketua Komisi B ini.
Pernyataan serupa juga disampaikan Agung Supriyanto dari Fraksi PAN. Solusi dari masalah ini adalah perlunya political will dan politik anggaran berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Dimana dua hal teesebut sejauh ini justru terhempaskan. Berbagai program dan kebijakan Gubernur Khofifah dan Wagub Emil Dardak yang cukup bagus terpaksa terpangkas di dokumen P-APBD 2021. “Ini tentu paradoks. Kita sebagai partai pengusung tidak terima, karena saya yakin beliau berdua tidak sepakat akan hal itu. Maka hal itu harus disikapi kritis,” ucap Agung.
Politisi vokal yang juga anggota Komisi C ini mengaku telah melakukan telaah Hukum. Bahwa keseluruhan formasi menyangkut masalah P-APBD ini tidak memenuhi Kajian hukum khususnya PP 12/2019 tentang pengelolaan anggaran pasal 5. Dimana setiap pergeseran pembiayaan antar Organisasi perangkat daerah itu sebelum perubahan APBD harus ada pembahasan terlebih dahulu dengan Dewan.
“Dan itu tidak dilakukan. Oleh sebab itu, agar keseluruhan produk hukum terutama P-APBD lebih baik, kami mohon jangan sampai produk Perda ini cacat hukum . Mohon ditinjau ulang kembali berkaitan penetapan tanggal 30 September 2021 ini,” paparnya.
Kritik pedas di ruang paripurna itu juga disampaikan Mathur Husyairi dari Fraksi Kebangkitan Bintang Nurani. Ia geram karena hasil masukan hasil reses juga dikepras seenaknya oleh eksekutif. “Yang mengusulkan kita dari hasil reses. Kita yang tahu mana yang prioritas mana yang tidak, tapi kenapa eksekutif (Pemprov) yang main kepras,” terangnya.
Mathur juga mengkritisi hasil konsultasi pimpinan DPRD Jatim ke Mendagri bersama tim anggaran pemprov Jatim. Sehingga ada surat dari Mendagri tentang pembatasan dana hibah usulan hasil reses yang dirinya tidak tahu surat edaran ini wajib dipatuhi atau tidak.
Berdasarkan Permendagri tentang hibah mulai No 32/2011 sampai No 99/tahun 2019 tidak diatur bahwa hasil reses yang dikawal Anggota DPRD ini kemudian tidak boleh melebihi 10% dari PAD. Sedangkan yang bisa dikelola eksekutif bisa sampai 15%. “Tunjukkan kepada kita pasal-pasalnya. Kalau tidak, ayo kita buka ke publik semua penerima hibah dari pemprov Jatim yang jumlahnya 9 Triliun itu. Punya Siapa itu? Prvilege (hak istimewa) siapa? Ini apa apaan?,” ptotes Mathur.
Interupsi juga datang dari ketua Komisi D, Kuswanto. Politisi Partai Demokrat ini minta pimpinan dewan mengevaluasi jadwal pembahasan P-APBD yang sangat mepet. “Sampai hari ini, Komisi D belum melakukan pembahasan dengan mitra kerja. Karena kami akan mencoba melakukan kajian secara profesional,” usulnya.
Sebelumnya, Rohani Siswanto dari Fraksi Partai Gerindra mengawali interupsi di sidang paripurna tersebut. Ia berhadap pandangan umum Fraksi Gerindra yang disampaikan pada akhir pekan lalu dijawab dengan sempurna.
Tidak hanya sebatas lampiran resume jawaban eksekutif yang dibacakan Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak.
“Kami dari Fraksi Gerindra perlu jawaban verbal dari apa yang menjadi kegelisahan dan pertanyaan kami. Tapi kami menyayangkan dari eksekutif tidak mengindahkan pertanyaan kami,” tegas Rohani di ruang sidang paripurna DPRD Jatim. Usai melakukan interupsi, Rohani juga melakukan walk out bersama anggota DPRD Jatim lainnya.
Sikap ini adalah berkaitan dengan perjuangan dan harga diri anggota DPRD Jatim yang dipilih oleh rakyat. Bahwa apapun yang disampaikan resmi oleh Fraksi-fraksi harus dijawab dengan detail per Fraksi. Bukan dijawab dalam bentuk lampiran-lampiran. “Ini seakan-akan perjuangan Fraksi itu mereka anggap remeh, ini yang tidak bisa kita terima,” ucap Anggota Komisi B ini dengan nada kecewa.
Apalagi, lanjut Rohani, lampiran-lampiran rincian P-APBD Jatim 2021 itu kerapkali tidak sampai di tangan anggota. Setidaknya penyampaian secara verbal secara rinci itu diperlukan DPRD Jatim untuk mengawal setiap kebijakan anggaran benar-benar berpihak untuk masyarakat. “Saya melihat tim anggaran dan yang menyusun konsep terkait anggaran ini tidak becus!,” tutup Politisi dapil Pasuruan-Probolinggo ini.