INDRAPURA.ID – Komisi A DPRD Jawa Timur menggelar pertemuan dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat, Kamis (24/3/2022). Pertemuan ini membahas revisi Perda nomor 13 tentang fasilitasi pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba yang memasuki babak akhir untuk segera diparipurnakan.
Dalam pertemuan tersebut rombongan Komisi A DPRD Jatim yang diterima Direktur Kerjasama BNN Ahmad Jatmiko dan jajaran serta didampingi Kepala BNN Propinsi Jawa Timur Brigjen (Pol) Mohammad Aris Purnomo.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Jawa Timur Rohani Siswanto mengaku ada beberapa hal yang masih menjadi ganjalan terkait revisi perda tersebut. Diantaranya mengenai UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang gencar di pemberitaan.
“Jadi pemerintah pusat bersama DPR RI juga sedang membahas perubahan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, sehingga kejelasan mengenai pokok pembahasan revisi Undang-Undang tersebut perlu kami pertanyakan, karena jangan sampai muatan revisi perda nantinya bertentangan dengan hasil perubahan dari Undang-Undang tersebut,” ujarnya.
Politisi Partai Gerindra ini menambahkan Komisi A juga meminta BNN Pusat agar mengkaji kembali PP Nomor 19 tahun 2020 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada BNN.
Menurutnya beberapa tarif dalam PP tersebut dalam pandangan komisi A tidak sejalan dengan perang terhadap narkoba yang seharusnya bersifat masif. Misalnya pada angka Romawi III lampiran PP tersebut disebutkan bahwa untuk mendapatkan Surat Keterangan Hasil Pemeriksaan Narkoba bagi masyarakat umum di luar layanan rehabilitasi dikenakan biaya Rp290.000 per pemeriksaan,” katanya.
Lebih lanjut Rohani mengatakan tentu besaran ini secara umum akan sangat memberatkan jika misalnya pada Perda akan memasukkan klausul bahwa mereka yang mau masuk SMA/perguruan tinggi atau mereka yang diterima kerja di perusahaan diharuskan melampirkan surat keterangan hasil pemeriksaan narkoba, sebagaimana pernah diusulkan dalam salah satu forum bersama BNN kabupaten.
“Meskipun ada pengecualian biaya tersebut bagi masyarakat yang tidak mampu, tetap saja itu akan sangat menyulitkan implementasinya di lapangan. Kami berharap tarif tarif ini bisa dikaji ulang paling tidak senilai rapid test antigen,” harapnya.
Sementara itu Direktur Kerjasama BNN Ahmad Jatmiko menjelaskan bahwa sejatinya inisiatif revisi UU Narkotika sudah digulirkan sejak tahun 2017 dan memang ditargetkan rampung pada tahun 2022 ini, tetapi revisi perda tetap bisa terus berjalan beriringan dengan revisi Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 Karena menurutnya secara substansi revisi Undang-Undang akan difokuskan kepada penegakan hukum, peningkatan jumlah pusat rehabilitasi, pengembangan narkotika jenis baru, serta penanganan pelaku narkoba.
“Sehingga sebenamya tidak terlalu banyak bersinggungan dengan kewajiban dan kewenangan pemerintah daerah. Disamping itu BNN pusat juga akan terus berkomitmen memonitor dan memfasilitasi pematangan revisi perda yang diinisiasi DPRD Jatim sehingga mampu optimal dalam pelaksanaannya. katanya.
BNN berjanji juga akan melakukan kajian terhadap PP Nomor 19 tahun 2020 dan menginformasikan update-nya kepada komisi A DPRD Jatim. Selain itu, BNN juga berterima kasih atas peran aktif komisi A dan juga meminta secara bersama-sama mengawal instruksi presiden nomor 2 tahun 2020 tentang rencana aksi nasional pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika tahun 2020-2024 khususnya yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
“Misalnya terkait penyediaan dan penyebaran informasi tentang bahaya narkotika kepada pejabat negara, ASN, TNI, Polri dan Masyarakat. Kemudian terbentuknya regulasi P4GN di seluruh wilayah kab/kota di Jawa timur serta test Urine kepada ASN di lingkungan pemerintah daerah,” pungkasnya.