INDRAPURA.ID – Komisi E DPRD Jawa Timur meminta RSUD milik Pemprov Jatim tak terlalu bergantung ke APBD dalam mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat. Hal tersebut disampaikan ketika Komisi E melakukan kunjungan kerja di RSUD Saiful Anwar Malang dan dengar pendapat perwakilan RSUD Karsa Husada, Batu
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih mengaku saat ini memang
postur APBD mengalami pengetatan luar biasa. Mengingat disamping ada pengurangan Rp1 triliun, ada belanja yang sangat strategis sehingga harus disediakan. Seperti halnya gaji untuk 9600 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
“Ini mengalami pengetatan yang luar biasa,” ungkap Hikmah, Kamis 11 Agustus 2022.
Dengan adanya kondisi ini, Komisi E meminta agar rumah sakit membuat formula dan melakukan upaya untuk kemandirian. Mengingat rumah sakit milik Pemprov Jatim berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Namun hal ini bukan berarti berlaku semua rumah sakit.
“Mereka kan BLUD
Kita minta fokus mandiri terutama yang RSU tipe A, bukan berarti semua rumah sakit,” pintanya.
Hikmah lantas mencontohkan RSUD tipe A yang sudah bisa mandiri. Seperti RSUD dr Soetomo, RSUD Saiful Anwar, dan RSUD Soedono Madiun. Ia menilai dengan tipe bagus, kepercayaan masyarakat akan terjaga. Apalagi RSUD sudah berstatus BLUD, sehingga mempunyai kebebasan lebih dan diharapkan bisa mandiri.
“Buktinya Soedono Madiun bisa pinjam Bank Jatim,” paparnya.
Politisi asal PKB itu optimistia kemandirian RSUD tidak akan berpengaruh pada pelayanan kepada masyarakat yang berobat. Mengingat RSUD pasti sudah mempunyai standar aturan. Tentunya rumah sakit mengedepankan layanan ke warga.
“Ada paviliun, VIP, poliklinik, klinik dengan dokter spesialis. Dokter spesialis yang dipercaya masyarakat,” terangnya.
Hikmah meminta dengan kemandirian rumah sakit, standar layanan orang miskin tetap tidak boleh dikurangi. Apalagi sekarang sebagian besar memakai BPJS. Selama ini layanan BPJS semakin hari semakin baik. Hanya saja, terkadang BPJS terlambat membayar klaim ke pihak RSUD.
“Tapi insya Allah 2-3 bulan, nunggu DPR RI reses kita mau ke Komisi IX Kita akan bincang ulang bagaimana kerjasama dengan BPJS agar layanan lebih optimal,” terangnya.
Sementara anggota Komisi E DPRD Jatim, Sri untari menyebut saat ini kemampuan belanja APBD provinsi kekuatan fiskalnya menurun karena Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pusat hanya sekitar Rp 9 Triliun.
Untari menilai RSUD yang BLUD sudah saatnya mandiri dalam membangun dan mengembangkan pelayanan kesehatannya. Ia meminta agar RSUD tidak meminta ke APBD. Dengan begitu, RSUD milik Pemprov Jatim dapat meningkatkan pelayanan kesehatan seperti RS Swasta di Jatim
BLUD ini memiliki dana yang masuk dari masyarakat agar langsung digunakan untuk peningkatan pelayanan kesehatannya. Hikmah membeberkan bahwa dana BLUD ini terlebih dahulu masuk ke kas daerah untuk dicatat. Selanjutnya Pemprov Jatim dikembalikan ke RSUD untuk peningkatan pelayanan kesehatan RSUD BLUD tersebut. Kecuali ada keperluan urgent bisa menggunakan dan minta ke APBD.
“Saya mencontohkan, RSUD Saiful Anwar ini juga mulai membangun dan mengembangkan pelayanan kesehatan dengan dana BLUD begitu juga Karsa Husada di Batu juga menggunakan dana BLUD-nya,”katanya.
Sementara Dirut RSUD Saiful Anwar Malang, dr Kohar Hari Santoso menegaskan, RSUD bukan birokrat murni sehingga harus ada enterpreneur. Hal ini bertujuan agar layanan bisa efektif dan dana menjadi efisien. “Agar terjadi kemandirian bisa ditingkatkan,” paparnya.
Mantan Kadinkes Jatim itu menyebut bahwa BLUD bukan BUMD. Maka untuk bisa mandiri ada formula, seperti cost recovery. Manajemen rumah sakit akan melihat biaya recovery dari pendapatan sudah memenuhi apa tidak.
“Kalau itu bisa dilakukan secara efektif bisa tercapai berarti biaya sendiri, dari pendapatan sendiri, operasional dari rumah sakit,” pungkasnya.