INDRAPURA.ID – Sistem zonasi pada pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) lagi-lagi dikeluhkan sejumlah warga Kota dan Kabupaten Kediri Pasalnya, tidak semua kecamatan memiliki SMP/SMA/SMK berstatus negeri.
Seperti di wilayah Kabupaten maupun Kota Kediri. Hal itu membuat warga menilai bahwa sistem zonasi ini tidak efisien dan tidak adil.
Keluhan itu disampaikan Siti Warga Kelurahan Pakunden kepada anggota DPRD Jatim Sri Hartatik saat melakukan Reses Jaring Aspirasi persidangan II Tahun 2022 di Kelurahan Banjaran Kecamatan/ Kota Kediri, Senin (30/5/2022) malam.
“Di sini, baik di Kecamatan Kota dan juga Kabupaten Kediri banyak warga yang mengeluhkan soal sistem zonasi sekolah. Karena sebagian di beberapa Kecamatan tidak ada sekolah Negeri,” ujar Siti di hadapan Sri Hartatik.
“Ini sebenarnya tidak adil, anak-anak sudah belajar mati-matian untuk dapat nilai ujian nasional besar tersebut, tetapi harus kalah dengan siswa yang nilainya rendah, tapi zonasinya lebih dekat dibanding saya,” ucap Siti.
Hal itu pun sontak langsung direspon oleh Sri Hartatik selaku anggota DPRD Jatim dari Fraksi Partai Golkar ini . Menurutnya, sistem zonasi sekolah akan terus menjadi kendala di beberapa daerah Pasalnya, ada banyak sebagian Kecamatan yang belum memiliki SMP atau SMA/SMK negeri.
“Pihak Gubernur, dalam hal ini Pemprov Jatim melalui kepala Dinas harus meninjau ulang. Jangan sampai anak-anak khususnya di Kabupaten Kediri maupun Kota Kediri yang punya potensi tidak memiliki hak untuk menikmati pendidikan secara normal,” katanya.
Tidak hanya tentang zonasi sekolah, dalam reses yang digelar ini, Sri Hartatik juga menampung aspirasi masyarakat jika ada keluhan-keluhan masyarakat yang perlu di kawal untuk di bahas di DPRD Jatim,” pungkasnya.
Sementara itu anggota DPRD Kabupaten Kediri dari Fraksi Partai Golkar bapak Kuswanto juga menyebut, masalah zonasi sekolah ini menjadi kasus yang berkepanjangan.
Menurutnya, pembangunan sekolah SMP/ SMA/SMK baru di setiap kecamatan perlu dilakukan oleh Pemprov Jatim. “Kalau memang tidak bisa, ya zonasinya diperluas. Dan kalau tidak diukur prestasi, anak-anak ini kapan bisa sekolah negeri,” paparnya
Sebab, imbuh Kuswanto, jarak sekolah alternatif itu lebih jauh dari rumahnya sehingga persaingan semakin sulit. Kebijakan yang menitikberatkan jarak sebagai penentu penerimaan siswa ini merugikan warga yang tinggal jauh dari lokasi SMP/SMA/SMK negeri,” pungkasnya.