INDRAPURA.ID – Uang sumbangan SMA maupun SMK negeri di Jawa Timur akhir-akhir ini mencuat usai dikeluhkan sejumlah orang tua siswa. Polemik itu pun diminta segera diselesaikan supaya tidak mempengaruhi proses kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah.
Bahkan, banyak masyarakat yang menolak adanya istilah pendidikan gratis. Pasalnya, hal tersebut tidak sesuai realita dan para murid masih ditarik sumbangan.
Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Artono saat memimpin jalannya Sosialisasi Perda Provinsi Jawa Timur No 11 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pendidikan di SMA Negeri 1 Jember pada Jumat (13/1/2023) lalu.
“Banyak masyarakat yang menolak istilah pendidikan gratis karena tidak sesuai realitanya, murid masih ditarik sumbangan,” katanya saat menampung aspirasi dan keluhan kepala sekolah, guru, ketua komite SMA/SMK Negeri dan SMA/SMK swasta.
Menanggapi hal itu, Artono meminta Dinas Pendidikan Pemprov Jatim melakukan evaluasi istilah pendidikan gratis dan mensosialisasikan dengan benar. Sebab, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Lembaga Hukum memegang istilah pendidikan gratis. Artinya, tidak ada apapun bentuk tarikan.
“Karena, ada LSM dan lembaga hukum yang mempersalahkan sumbangan murid. Ini sudah masuk delik pungli. Akibatnya banyak kepala sekolah kena masalah hukum,” terangnya.
Banyaknya keluhan wali murid ini, lanjut politisi PKS, pihaknya telah menampung semua aspirasi yang akan dijadikan sebagai bahan hearing dengan dinas terkait.
“Kami akan panggil Dinas Pendidikan untuk menjelaskan semua permasalahan ini,” ulasnya.
Perlu diketahui bahwa sumbangan, pungutan dan bantuan sesuai dengan Pasal 1 ayat (5) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/walinya baik perorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.
Sebaliknya, pungutan, sesuai dengan Pasal 1 ayat (4) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah menjelaskan bahwa pungutan adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan. Jadi, berbeda dengan sumbangan yang bersifat sukarela, pungutan sebaliknya bersifat wajib dan mengikat.
Sementara, bantuan, sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, menyebutkan bahwa bantuan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak. Intinya, pemberian dana dari pihak luar, bukan orang tua/wali murid serta pihak masih terkait dengan sekolah.
Jadi, perbedaan sumbangan, pungutan dan bantuan cukup jelas dan tegas. Dan seperti dijelaskan di atas, komite hanya dapat menggalang dana dalam bentuk sumbangan dan bantuan, bukan pungutan.