Indrapura.id Rencana vaksinasi (vaksin cinovac) se Indonesia, termasuk di Jatim yang akan dilaksanakan tanggal 14 Januari depan, Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur, Kusnadi menyatakan siap untuk menjadi orang pertama yang disuntik vaksin Covid-19.
Menurut Kusnadi, sebagai Wakil Rakyat di DPRD Provinsi, ini menjadi tanggung jawab moral dari seorang pemimpin untuk mengedukasi ke masyarakat.
“Saya harus siap untuk divaksin. Itu sebagai bagian dari edukasi ke masyarakat memberikan contoh kepada masyarakat dari unsur pemerintahan,dan wakil mereka di DPRD” ujarnya saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Selasa (12/01/21).
Kata Kusnadi, hadirnya vaksin di Jawa Timur dari pemerintah ini memberikan suatu harapan kepada warga masyarakat untuk menanggulangi Covid-19.
“Terkait rasa takut itu persoalan pribadi, ya. Kekhawatiran sih ada, tapi itu semua harus kita singkirkan karena tanggungjawab kita kepada masyarakat harus kita dahulukan. Kalau pemimpin tidak memberi contoh kepada masyarakatnya dan mengorbankan masyarakat itu yang tidak boleh,” terang Kusnadi yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Jatim ini.
Apalagi, lanjut dia, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) juga telah mengeluarkan kebijakan dengan menerapkan Emergency Use Authorization (EUA) atau persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat untuk Vaksin Covid-19.
“Informasi yang kami terima itu bahwa tingkat kemampuan vaksin sampai 91 persen lebih dan mampu sampai menurunkan angka terjangkit Covid-19 itu sampai 65 persen lebih. Ini harapan baru bagi masyarakat. Walaupun membutuhkan waktu sekitar 3 bulan,” ulasnya.
Pihaknya pun menyarankan kepada masyarakat untuk tidak takut divaksin.
“Jangan khawatir, ini upaya pemerintah agar kita bisa lolos dari Covid-19. Pemerintah tidak akan mengorbankan rakyatnya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito menyampaikan bahwa penerapan EUA ini dilakukan oleh semua otoritas regulatori obat di seluruh dunia untuk mengatasi pandemi COVID-19 ini.
Secara internasional, kata Penny, kebijakan EUA ini selaras dengan panduan WHO, yang menyebutkan bahwa EUA dapat ditetapkan dengan beberapa kriteria. Pertama, telah ditetapkan keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat oleh Pemerintah.
Kedua, lanjut dia, terdapat cukup bukti ilmiah terkait aspek keamanan dan khasiat dari obat (termasuk vaksin) untuk mencegah, mendiagnosis, atau mengobati penyakit/keadaan yang serius dan mengancam jiwa berdasarkan data non-klinik, klinik, dan pedoman penatalaksanaan penyakit terkait.
“Dan kriteria ketiga, obat (termasuk vaksin) memiliki mutu yang memenuhi standar yang berlaku serta dan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Keempat, memiliki kemanfaatan lebih besar dari risiko (risk-benefit analysis) didasarkan pada kajian data non-klinik dan klinik obat untuk indikasi yang diajukan, dan terakhir belum ada alternatif pengobatan/penatalaksanaan yang memadai dan disetujui untuk diagnosa, pencegahan atau pengobatan penyakit penyebab kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat,” katanya saat itu.