INDRAPURA.ID – Komisi B DPRD Jatim meminta agar Pemprov melalui dinas terkait memperhatikan keberadaan UPT Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Campurejo Panceng Gresik. Sebab UPT tersebut sudah dialihkan Pemkab Gresik kepada Pemprov Jatim sejak 24 Agustus 2021 sehingga pengelolaannya menjadi tanggung jawab Dinas Perikanan dan Kelautan Pemprov Jatim.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim Amar Saifudin didampingi beberapa anggota melakukan kunjungan kerja ke UPT yang kini berubah nama menjadi Instalasi Pelabuhan Perikanan Pantai (IPPP) Campurejo Panceng untuk melihat dan menyerap masukan sejauhmana dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian warga nelayan dan operasional IPPP Campurejo Panceng.
“Tujuan kami ingin memastikan kondisi TPI Campurejo masih bisa beroperasi di tengah pandemi Covid-19. Kemudian sarana dan prasarana apa saja yang perlu diperbaiki agar timbul kesan yang baik setelah dikelola Pemprov Jatim,” kata Amar Saifuddin, Jumat (21/1/2022).
Politikus asal PAN itu mengaku banyak mendapat keluhan dan keberatan dari masyarakat nelayan terkait adanya kebijakan baru dari pemerintah pusat terkait pemberlakuan penarikan retribusi bukan pajak terhadap hasil tangkap ikan di perairan 12 mil menggunakan kapal diatas 30 gross ton.
“Apakah nelayan di sini juga keberatan dengan PP No.85 tahun 2021, dan sudah diterapkan,” tanya mantan wakil Bupati Lamongan ini.
Senada, Anggota Komisi B lainnya Ahmad Iwan Zunaih menambahkan, bahwa pihaknya pernah menfasilitasi sejumlah nelayan mendatangi Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menolak pemberlakuan PP No.85 tahun 2021.
“Kementerian tidak bisa membatalkan PP tersebut. Namun mereka berjanji akan merevisi besaran retribusi yang akan dibebankan kepada para nelayan tangkap. Perkembangan terakhirnya sekarang seperti apa,” tanya Gus Iwan sapaan akrab Iwan Zunaih.
Persoalan lain yang banyak dikeluhkan nelayan di wilayah Gresik dan Lamongan, lanjut Gus Iwan adalah adanya sedimentasi (pendangkalan) di kolam labuh dan alur pelayaran. Dampaknya kapal nelayan yang hendak keluar dan masuk ke kolam labuh harus menunggu air pasang selama berjam-jam bahkan hingga setengah hari.
“Banyak nelayan mengeluh karena ikan hasil tangkapan mereka tidak bisa langsung dijual di TPI akibat kapal tidak bisa mendarat karena kolam labuh dangkal sehingga kualitas ikan menjadi turun dan harga juga ikut anjlok,” beber politikus asal Gresik.
Di sisi lain, Gus Iwan mengaku sudah berusaha mencarikan solusi terkait kendala komunikasi antara nelayan di tengah laut dengan nelayan yang ada di darat yakni dengan menggunakan pemancar milik Ponpes Sunan Drajat Paciran yang mampu menjangkau kisaran 25 mil menggunakan walkie talk key dan reciever.
“Kendalanya ada di perijinan, kalau Pemprov Jatim melalui dinas terkait bisa menfasilitasi menguruskan perijinan menggunakan frekuensi tentu itu sangat membantu para nelayan,” beber menantu KH Abdul Ghofur pemangku Ponpes Sunan Drajat ini.
Ia juga mendukung upaya Pemprov Jatim memberikan pelatihan ketrampilan usaha sampingan kepada nelayan. Mengingat, dalam setahun hampir pasti mereka menganggur karena kondisi musim angin barat dan timur tidak berani melaut karena terlalu beresiko bagi keselamatan jiwa nelayan.
“Saat para nelayan ini tidak bisa melaut, pemerintah harus bisa memberikan solusi. Itu yang sangat dibutuhkan masyarakat nelayan di Jatim termasuk yang ada di daerah Gresik dan Lamongan,” tambah Gus Iwan.
Sementara itu Alan Wahyu Kabid Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim menjelaskan bahwa tahun anggaran 2022 ini pihaknya baru mampu mengalokasikan anggaran Rp.180 juga untuk perbaikan untuk MCK dan gedung TPI Campurejo Panceng.
Padahal kendala di lapangan, kata Alan cukup banyak yang harus segera diperbaiki. Diantaranya, pabrik es, pengerukan kolam labuh, SPDN (Solar Package Dealer Nelayan) yang sudah tidak beroperasi, perbaikan pagar batas pelabuhan dan revetmen serta breakwater karena rusak. Kemudian pembangunan gedung packing produksi, rumah dinas, dan rumah singgah nelayan.
“Yang mendesak sebenarnya pengerukan kolam labuh sebab sarana dan prasarana di TPI Campurejo Panceng sudah cukup lengkap tinggal optimalisasi dan perbaikan yang diperlukan,” kata Alan.
Masih di tempat yang sama, Kepala UPT TPI Campurejo Panceng dari Pemkab Gresik Wiwik mengaku sangat berharap paska pelimpahan kewenangan dari Pemkab Gresik ke Pemprov Jatim, TPI Campurejo dan TPI Bawean meningkat statusnya menjadi IPPP bisa menjadi lebih baik karena adanya dukungan anggaran dari Pemprov Jatim sehingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan nelayan bisa semakin baik.
Mengingat, potensi yang dimiliki nelayan Campurejo sangat besar. Kata Wiwik rata-rata produksinya mencapai 100 ton perbulan didominasi jenis ikan udang, gulamah, banana, layur dan rajungan untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal dan bahan baku pabrik pengolahan ikan di Lamongan dan Tuban.
Sedangkan jumlah nelayan kisaran 960 orang dengan jumlah armada kapal sebanyak 334 unit berkapasitas dibawah 10 GT, 20 unit kapal 10-20 GT serta kapal dari nelayan Madura dan Kalimantan juga sering menjual hasil tangkapan ikannya ke TPI ini .
“Hanya beberapa kilometer dari sini ada wisata Pantai Delagan, kalau disinergikan tentu akan meningkatkan kesejahteraan nelayan sebab akan semakin banyak wisatawan yang membeli ikan segar hasil tangkap dan UMKM olahan ikan buat oleh-oleh menjadi berkembang,” terang perempuan berjilbab ini.
Khusus menyangkut SPDN, lanjut Wiwik pengelolanya adalah pihak ketiga (PT Pilar). Selama pandemi nyaris tidak beroperasi namun beberapa waktu lalu pihaknya menanyakan kesanggupan untuk buka kembali melayani nelayan, mereka menyanggupi.
“Kendalanya itu mereka mengeluhkan ijin ke PT Pertamina karena terhalang masalah IMB SPDN harus atas nama PT Pilar, sehingga perlu difasilitasi dan dicarikan solusi segera supaya bisa beroperasinal kembali memenuhi kebutuhan solar nelayan,” harapnya.
Sementara Kabid P3KP Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim, Nurwahid menambahkan bahwa hingga saat ini pihaknya belum meberlakukan pungutan retribusi untuk nelayan tangkap sebagaimana yang diamanatkan PP No.85 tahun 2021. Alasannya, masih ada upaya judicial review ke Mahkamah Agung.
Dia juga menawarkan program pendampingan optimalisasi paska panen untuk hasilkan produk berkualitas dan masuk pabrik pengolahan ikan. Termasuk
pemenuhan sarana paska panen di IPPP Campurejo jika masyarakat membutuhkan.
“Sejak tahun 2020 hingga saat ini produksi ikan tangkap di Jatim cenderun terus menurun akibat prasarana alat tangkap yang dimiliki nelayan masih tradisional dan adanya larangan penggunaan cantrang. Kita akan fasilitasi perijinan menggunakan alat tangkap yang lebih modern,” pungkas Nurwahid diamini Kartono Umar selaku kepala UPT IPPP Bulu Tuban yang membawahi IPPP Campurejo Panceng Gresik.