Trenggalek Dijuluki Pasar Bencana, Komisi E Sebut Butuh Atensi Pemerintah

INDRAPURA.ID – Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur Siti Mukiyarti mendorong pemerintah memberikan atensi lebih kepada Kabupaten Trenggalek yang sampai mendapat julukan pasar bencana alam.

Sebagai wakil rakyat dari daerah pilihan (Dapil) Jatim IX ia mengaku miris dengan bencana yang sering terjadi di Trenggalek. Mukiyarti katakan, musim apapun bencana alam pasti terjadi di Kabupaten tersebut. Seperti kekeringan dan karhutla saat musim kemarau. Banjir dan tanah longsor saat musim penghujan.

“Memang di Kabupaten Trenggalek ini marketing dari pada supermarketnya bencana. Tetapi semoga tidak akan terjadi bencana yang di luar nalar. Kalau tentang banjir, tentang tanah longsor, tanah gerak dan juga karhutla, memang sudah istilahnya langganan begitu,” kata Mukiyarti saat kunjungan Komisi E ke BPBD Trenggalek, Selasa 10 Oktober 2023.

BPBD Kabupaten Trenggalek sendiri mencatan selama tahun 2022 di Trenggalek ada 480 bencana alam dengan kategori, gempa, tanah bergerak, banjir, tanah longsor, dan angin kencang.

Diantara keempat kategori bencana alam tersebut, Tanah Longsor menempati urutan pertama dengan 206 kejadian. Untuk banjir sendiri menempati urutan kedua 129 kejadian.

Politisi PKB Jatim ini mengatakan, kerjasama antara Pemprov Jatim dengan Pemkab Trenggalek sebetulnya sudah bagus. Upaya preventif juga sudah dilakukan dan itu bisa mengurangi potensi bencana alam terjadi. Hal tersebut dapat dilihat dari kejidian bencana yang berkurang.

BPBD Trenggalek mencatat, untuk tahun 2023 hingga 8 Oktober 2023, bencana alam di Trenggalek tercatat ada 272 kejadian, jauh dibawah tahun 2022. Ada tujuh kategori bencana yang terjadi, yakni gempa, tanah bergerak, banjir, tanah longsor, angin kencang, karhutla dan kekeringan di beberapa wilayah.

Ia menuturkan, saat ini, BPBD Trenggalek sudah mulai melakukan pelatihan kepada masyarakat desa agar nantinya dapat menjadi relawan tak kala bencana terjadi dan menjadi desa tangguh bencana. Mukiyarti mengatakan sudah ada 55 desa yang diberikan latihan dan sosialisasi dari total 152 desa yang yang tersebar di 13 kecamatan.

Namun demikian untuk melakukan giat kerelawanan, mereka harus juga dilengkapi dengan peralatan keselamatan yang memadai. Nah, hal tersebut yang menurutnya masih kurang.

“[Kebutuhan yang kurang] peralatan dari relawan, ada helm, [pakaian] pengaman, dan alat-alat lainnya yang itu masih kurang untuk relawan Kabupaten Trenggalek terutama untuk TRC (Satuan Tugas Tanggap Bencana),” katanya.

Tidak hanya itu, penghargaan kepada para relawan juga harus diberikan dengan layak. Mereka yang menjadi relawan juga mempunyai tanggungan keluarga yang perlu diperhatikan. Mukiyarti menyebut bahwa nominal uang yang diberikan pemerintah kepada para relawan yang ada di bawah sangat sedikit, bahkan angkanya tak lebih dari seratus ribu setiap kali ada bencana terjadi.

“Tadi disampaikan hanya seratus ribu sudah kepotong PPH hanya menerima 94 ribu,” ujarnya.

“Ini butuh perhatian penuh dari pemerintah Jatim dan juga pemerintah Trenggalek,” pungkas Mukiyarti.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *