INDRAPURA.ID – Kendati belum ada tanda -tanda akan dimulai pembahasan R-APBD Jatim TA 2022, namun sejumlah fraksi dan komisi di DPRD Jatim sudah mulai melakukan pencermatan terhadap KUA PPAS (Kebijakan Umum Anggaran – Prioritas Plafon Anggaran Sementara) yang telah diberikan Pemprov Jatim kepada pimpinan DPRD Jatim per 5 November lalu.
Hasil percermatan Komisi C yang membidangi masalah keuangan dan BUMD Jatim ternyata cukup fantastis. Bahkan dapat digarisbawahi jika kondisi Pemprov Jatim saat ini tengah sakit akut tapi enggan berobat.
“Kalau melihat tahapan sesuai dengan PP No.12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pemprov Jatim sakit akut dan tak mau berobat padahal harusnya dioperasi,” kata Agung Supriyanto anggota Komisi C DPRD Jatim saat dikonfirmasi Selasa (16/11/2021).
Berkaca pada evaluasi Mendagri terhadap P-APBD Jatim 2021, kata Agung hasilnya banyak catatan yang perlu diperbaiki. Misal, terkait NPAK atau angggaran mendahului sebanyak 6 kali dan lintas sektoral yang harusnya melalui Perda tapi cukup Perkada.
Begitu juga dalam pelaksanaan anggaran, DPA bahkan NPHD yang sudah ditandatangni oleh kedua belah pihak dibatalkan secara sepihak oleh eksekutif. “Ini kan namanya arogansi sistem pengelolaan anggaran,” tegas politikus asal FPAN DPRD Jatim.
Sedangkan khusus menyangkut target pendapatan APBD Jatim TA 2022, lanjut Agung potensi PAD tahun 2022 mengalami terjun bebas tinggal Rp.16,7 triliun. Padahal realisasi PAD tahun 2021 tembus Rp.17,8 triliun.
“Ini menandakan gubernur beranggapan masyarakat Jatim posisinya masih sakit. Hal ini sangat paradoks dengan jargon Jatim Bangkit. Apalagi di berbagai kesempatan gubernur meyakinkan bahwa kondisi perekonomian Jatim sudah membaik baik sektor pariwisata, pertanian dan perekonomian. Jadi yang sakit sebenarnya itu masyarakat apa Pemprov Jatim,” sindirnya.
Pertimbangan lainnya, indeks pertumbuhan ekonomi Jatim di atas rata-rata nasional dan indeks kemiskinan juga turun.
“Tapi faktanya kondisi perekonomian yang membaik itu tak berbanding lurus dengan pendapatan yang didapat Pemprov Jatim karena Pemprov Jatim malas bekerja atau tak ada ghiroh untuk menjadikan Jatim lebih baik,” dalih pria asli Tuban ini.
“Komisi C tentu akan membedah per sektor yang menyebabkan target PAD Jatim turun. Tapi sayang, pertemuan dengan Bapenda Jatim kemarin belum sempat dibahas karena ada pertemuan dengan KPK sehingga akan direschedule lagi,” imbuh Agung.
Ia optimis jika kondisi perekonomian Jatim membaik maka idealnya PAD Jatim 2022 bisa tembus Rp.20 triliun. Pasalnya, pada tahun 2019 silam ketika belum ada Pandemi Covid-19 PAD Jatim bisa tembus 19,9 triliun.
“Pada R-APBD Jatim TA 2022, target PAD dari PKB dan BBNKB hanya Rp.5,6 triliun. Padahal kondisi normal bisa mencapai Rp.6,9 triliun dan minat masyarakat membeli kendaraan bermotor baru juga cukup tinggi,” jelas vokalis Komisi C DPRD Jatim.
Tidak optimalnya sektor pendapatan daerah patut diduga karena Pemprov Jatim kurang memaksimalkan potensi aset daerah khususnya dari pelimpahan aset milik kabupaten/kota yang ada di berbagai OPD.
“PP No.29 tahun 2020 menyebutkan bahwa aset daerah itu bagian dari pilar peyangga deviden daerah. Tapi Perkada tak mengindahkan itu sehingga tak ada perubahan signifikan untuk pengelolaan aset daerah menjadi lebih produktif maupun terkait retribusi,” ungkap Agung.
Sementara terkait pengelolaan aset yang dipisahkan (BUMD), hanya Bank Jatim yang bisa diandalkan sumbangsihnya terhadap PAD. Sedangkan 7 BUMD yang lain belum bisa diandalkan bahkan cenderung merugi.
“Pengelolaan BUMD-BUMD Jatim harus lebih profesional sehingga tak hanya membebani APBD tapi juga bisa menyumbang PAD. Kalau terus merugi ya tak perlu lagi dipertahankan alias dibubarkan saja daripada membenani APBD,” pungkas Agung Supriyanto.