Komisi A Gelar Forkomnas, Mitigasi Problem Pemilu 2024

INDRAPURA.ID – Komisi A DPRD Provinsi Jawa Timur mengadakan Forum Komunikasi Nasional (Forkomnas) dengan tema Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak Tahun 2022. Forum tersebut digelar sebagai upaya mencegah dan memitigasi problem dan sengketa pelaksanaan Pemilu serentak 2024.

Wakil Ketua Komisi A DPRD Jatim, Hadi Dediyansah menyebutkan, bahwa sejak awal tahun 2021 pihaknya sudah menyiapkan konsep terkait proses pelaksanaan pengawasan partisipatif. Artinya, pengawasan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat ikut andil bagian pada penyelenggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

“Tidak hanya di hari pemungutan suara, baik proses, tahap demi tahap penyelenggaraan Pilkada ini, masyarakat juga harus ambil bagian,” kata Hadi Dediyansah ditemui di sela kegiatan seminar yang berlangsung di ruang sidang paripurna Gedung DPRD Jatim, Selasa (14/12/2021).

Cak Dedi mencontohkan, misalnya dalam proses pemutakhiran data pemilih. Nah, masyarakat juga harus sadar akan pentingnya nama-nama yang sudah memenuhi syarat agar segera didaftarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Harapannya, agar saat hari H, mereka tidak mengalami kesulitan ketika memberikan hak suaranya untuk penyelenggaraan Pilkada maupun Pemilihan Gubernur (Pilgub).

“Ini yang menjadi concern kami. Artinya, hari ini kita sedang mematangkan fungsi koordinasi dengan kawan-kawan kabupaten/kota se Jatim untuk memitigasi sejak awal potensi persoalan yang ada dengan beberapa indikator yang bisa kita jadikan acuan,” katanya.

Menurut Cak Dedi, pemetaan atau mitigasi potensi persoalan tersebut dilakukan agar pengawasan yang dilakukan nantinya kepada suatu daerah lebih komprehensif. Misalnya, di Kabupaten Sumenep, ada sekitar 7 kecamatan yang susah diakses. Bahkan, pada proses pembentukan jajaran pengawas Ad Hoc di tingkat kecamatan maupun desa/kelurahan itu juga tidak mudah mencari orang.

“Ada orangnya siap tapi persyaratan administrasi yang ditentukan oleh Undang-undang tidak siap. Minimal ijazah SMA, sedangkan di sana, yang siap itu belum memiliki ijazah SMA. Hal-hal itu yang menjadi concern kita,” terang dia.

Oleh karenanya, di sepanjang tahun 2021 sampai akhir tahun, Komisi A DPRD Jatim memastikan bakal terus mematangkan koordinasi maupun pemetaan mitigasi persoalan di masing-masing kabupaten/kota se Jawa Timur.

“Pemetaan kita tentu mengambil satu, sejarah penyelenggaran Pilkada pada masa sebelumnya. Misal di Kabupaten Mojokerto pernah ada insiden kantor KPU dibakar, itu juga menjadi pertimbangan kita untuk menentukan daerah ini mendapat atensi atau tidak,” katanya.

Tak hanya itu, Cak Dedi menyebut, sejarah perselisihan di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pelaksanaan Pilkada sebelumnya di suatu daerah, juga menjadi pertimbangan. Misal pada pelaksanaan Pilkada tahun 2020 di Kabupaten Lamongan dan Kota Surabaya yang pernah muncul sengketa di MK.

“Itu juga menjadi perhatian kita. Artinya daerah-daerah yang pernah mengajukan sengketa di Mahkamah Konstitusi, tentu hasil pengawasan kita harus komprehensif pada setiap pelaksanaan tahapan Pilkada 2024,” tegasnya.

Dengan demikian, ketika MK membutuhkan keterangan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bisa menjelaskan secara lengkap kejadian apa saja yang dialami maupun dimohonkan oleh pemohon pada saat pelaksanaan sidang MK.

Sementara itu, ketika ditanya terkait besaran anggaran Bawaslu Provinsi Jatim, Fraksi Partai Gerindra DPRD itu juga mengungkapkan, bahwa semula Bawaslu Provinsi Jatim mengajukan anggaran sekitar Rp 99 miliar. Tapi, besaran anggaran tersebut belum di-sharing dengan APBD di kabupaten/kota untuk pembiayaan Ad Hoc dan sebagainya.

“Jadi kami sangat berharap untuk yang dapat dicover di Jatim ini terkait dengan pengembangan program pengawasan partisipatif. Memaksimalkan kecanggihan informasi teknologi sekarang ini guna memudahkan proses pengawasan partisipatif yang dilakukan oleh masyarakat,” kata Cak Dedi.

Ia mencontohkan, misalnya masyarakat itu setidaknya sudah memiliki aplikasi bagaimana cara melaporkan ke jajaran Pengawas Pemilu bila sewaktu-waktu menemukan dugaan pelanggaran. Misal, ada kampanye di tempat ibadah, ada bagi-bagi sembako di kantor pemerintah dan sebagainya.

“Itu masyarakat tidak perlu harus ke kantor Bawaslu. Tinggal menggunakan aplikasi itu menyampaikan foto menyertakan identitas dirinya. Nah, Bawaslu bisa menindaklanjuti akan dugaan pelanggaran tersebut,” paparnya.

Di samping itu, terkait dengan anggaran Bawaslu, Cak Dedi juga menyatakan, bahwa di tahun depan dimungkinkan bakal naik. Namun, karena penyelenggaraan Pemilu digelar secara serentak, tentu saja provinsi dan kabupaten/kota akan ada sharing anggaran.

“Mana yang dicover oleh Bawaslu kabupaten/kota melalui APBD kabupaten/kota. Dan, mana yang harus diurus oleh Bawaslu Provinsi kaitannya dengan pelaksanaan Pemilihan Gubernur,” ucapnya.

Maka dari itu, Cak Dedi berasumsi, bahwa anggaran yang diajukan Bawaslu Jatim Rp 99 miliar tersebut, dimungkinkan besarannya bisa turun. Tentu apabila honor Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam), pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS) dicover oleh kabupaten/kota. “Tapi biasanya problem yang akan muncul kalau tidak dicover provinsi ada perbedaan jumlah honor yang akan diterima jajaran Ad Hoc kita,” ujarnya.

Misalnya, kata Cak Dedi, honor Panwascam di Kota Mojokerto lebih rendah dari Kota Surabaya. Tentunya hal tersebut akhirnya nanti dapat berpotensi menimbulkan kegaduhan di jajaran Ad Hoc. “Itu yang tidak kami harapkan. KPU pun juga demikian, sangat memperhatikan terkait dengan kesamaan honor yang diterima jajaran Ad Hoc-nya,” sebutnya.

Oleh sebab itu, Cak Dedi menilai, harus ada persiapan yang matang dan serius yang dilakukan jajaran pengawas pemilu dan pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Sedangkan DPRD, tentunya akan siap mengawal dari sisi proses penganggarannya.

‘Yang paling utama sejatinya adalah fungsi koordinasi di setiap tahapan bagi Bawaslu kabupaten/kota dengan provinsi. Panwascam dengan kabupaten/kota atau pengawas desa/kelurahan dengan kab/kotanya itu harus dilakukan secara intensif untuk meminimalkan problem-problem yang muncul dalam pelaksanaan Pilkada 2024,” pungkas dia.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *