Reses Ahmad Tamim, Banyak Rumah Tahfiz Terindikasi Ajarkan Radikalisme

INDRAPURA.ID – DPRD Jawa Timur (Jatim) meminta pemerintah provinsi menginventarisasi rumah-rumah tahfiz di Jatim. Permintaan itu disampaikan menyusul informasi adanya rumah-rumah tahfiz di Blitar yang pola pengajarannya mengarah pada radikalisme.

Sebagaimana disampaikan jemaah ibu-ibu penghafal Alquran JMQH di Kota Blitar, bahwa ada sejumlah rumah tahfiz yang melarang santrinya hormat terhadap Bendera Merah Putih. Selain itu aktivitasnya kegiatannya juga berbeda dengan pesantren maupun rumah tahfiz pada umumnya.

Anggota Komisi A DPRD Jatim Ahmad Tamim mengatakan, inventarisasi diperlukan untuk memudahkan pemerintah dalam mengontrol keberadaan rumah tahfiz tersebut, baik mengenai kondisi maupun sistem pengajarannya. “Agar bisa dipastikan bahwa tidak ada penyimpangan di sana,” katanya saat reses di Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar.

Tak hanya itu, politisi PKB ini juga berharap ada regulasi dari pemerintah daerah untuk mengatur rumah-rumah tahfiz tersebut. Regulasi itu bisa berisi tentang syarat pendirian rumah tahfiz hingga rambu-rambu yang secara spesifik mengantisipasi masuknya faham radikalisme.

“Misalnya ketika ada rumah tahfid harus ada izin dari desa setempat. Kemudian mata pelajaran harus memuat tentang NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), Pancasila dan keindonesiaan,” katanya.

Tamim tidak menyebutkan identitas maupun jumlah tahfiz yang terindikasi mengajarkan faham radilal tersebut. Sebab, data yang muncul baru sebatas informasi. Karenanya, perlu dilakukan inventariasi dan pembinaan agar mereka tidak menyimpang.

“Outcamnya memang belum jelas. Mereka madin (madrasah diniyah). Tapi yang duhafalkan bukan quran 30 juz, tapi juz 30. Ada olahraga berenang, berkuda dan memanah. Selain itu melarang menghormat kepada merah putih,” ujarnya.

Tamim menjelaskan, rumah tahfiz yang terindikasi mengajarkan faham radikal tidak harus ditutup, tetapi dilakukan pembinaan dengan cara meluruskan ajarannya. “Kalau memang meraka radikal karena pemahaman belum cukup, dibenahi,” ujarnya.

Karena itu dia juga menyerukan kepada para penghafal Alquran di lingkungan nahdliyyin untuk masuk dan menjadi pengajar di rumah-rumah tahfiz tersebut. Harapannya, mereka bisa menetralisasi pola pengajaran yang mengarah pada radikalisme, sehingga sesuai dengan ahlussunnah wal jamaah.

“Dari dalam mereka bisa mengajarkan tentang NKRI, Pancasila dan Keindonesiaan,” ujarnya.

Diketahui, radikalisme masih menjadi ancaman serius di Indonesia dan Jawa Timur (Jatim). Berdasarkan data Bakesbangpol Jatim, benih radikalisme dan intoleran ini bahkan telah muncul di dunia pendidikan, terutama di tingkat SMA.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *